Hans zimer

Free Music Sites
Free Music Online

free music at soundcloud

Senin, 20 Mei 2024

Metafisika

Dewasa ini, dengan kecanggihan berfikir dan mudahnya pengetahuan untuk diakses hingga pengerukkan total yang tak ada habisnya atas pengetahuan. Sudah sejak lama kita meyakini adanya ada ada yang tak dapat dicerap dan diindra dengan alat alat empirik. Ini menandakan adanya ada yang melampaui ada ada fisik yang penjelasan dan deskripsinya tak dapat dijawab dan dijelaskan dengan metode metode laboraturium atau pun pengolahan data dari studi arkeologis, atau pun observasi. Ada yang dimaksud di sini sangatlah unik jika seorang agen masih baru baru mengkaji bidang keilmuan yang dianggap mampu menjelaskan sekaligus berdiri di atas makhluk makhluk fisik yang kita definisikan dengan pengetahuan metafisika. Pengetahuan ini memang sejak awal selalu setia mengisi kekosongan yang tidak dapat dijawab oleh penelitian indrawi. Kita dapat meneliti makhluk makhluk mikroskopik, kita dapat menentukan usia sebuah guci kuno dengan studi kadar karbon, kita bisa merubah logam menjadi emas jika mitos yang digembor gemborkan itu benar, kita bisa mengamati kebiasaan kebiasaan satwa satwa liar untuk menghasilkan pengetahuan baru tentangnya, namun apakah kita mampu menjelaskan dan mendemonstrasikan ada yang tak dapat dilihat, disentuh, dihirup, atau pun dirasa dengan indra pengecapan, atau dengan indra indra lainnya yang jika memang memungkinkan dan diperlukan? Perlu audiens ketahui dalam pembahasan ini, bahwa ada bukan hanya sebatas pada wujud fisik yang dapat kita cerap dengan alat alat panca indra yang dapat kita alami kapan saja dan di mana saja, melainkan ada pula hal hal yang tak dapat kita cerap dengan alat alat empirik, seperti waktu, ruang, atau pun ide. Waktu, ruang atau pun ide tidak dapat kita sentuh, kita lihat, atau pun kita dengar, namun semua orang tahu bahwa ia ada. Kita hanya bisa mencerap manifestasinya (perwujudannya) dengan alat alat empirik kita. Kita dapat menyentuh jam dinding yang merupakan manifestasi dari waktu. Kita bisa menyentuh dinding atau tepi gelas yang merupakan batas batas dari ruang. Kita bisa menggenggam buku yang merupakan perwujudan dari ide. Akan tetapi kita tidak bisa mecerap dengan sensibilitas kita akan substansi dari ke tiga hal tersebut. Itulah sebabnya siapa pun tidak bisa menggenggam sebuah pemikiran. Kau tidak bisa melihat atau pun menciumnya. Sebab ia bukanlah ranah bagi pengetahuan empiris, melainkan wujud wujud yang ada dalam kajian metafisika, yakni penyelidikan setelah dan melampaui alam alam fisik.

Rabu, 08 Mei 2024

Meruntuhkan Atheisme

Sejauh yang kami tahu tentang paham atheis ialah rancunya metode yang mereka gunakan dalam menginterpretasikan objek yang mereka bidik dan mereka kaji. Mereka menggunakan metode empirik untuk menafsirkan wujud metafisis. Menggunakan mikroskop untuk meneliti jin dan iblis. Ini omong kosong! Mereka menggunakan sains untuk meneliti Tuhan, padahal objek yang sedang kita bahas merupakan wujud metafisik yang melampaui fisik dan tak berjisim. Ada fakta dari kenyataan yang mengecewakan untuk para pengkaji sains yang harus mereka terima dengan lapang dada, yakni; Tuhan dan sains takkan pernah dapat berdamai dan mengerucut ke satu titik, di mana sains berusaha menjelaskan Tuhan dengan bukti bukti ilmiah. Karena Tuhan pun memiliki sisi transenden yang tak dapat kita validasi dengan bukti ilmiah. Karena sifat khas dari fakultas keilmuan metafisika ini bersifat spekulatif. Meskipun begitu, argumen tentang keberadaan Tuhan sangatlah meyakinkan dan sulit walau hanya untuk sekedar meragukan dan meruntuhkan konsep konsepnya yang koheren dengan scripture dan nalar ini. Hingga sampai suatu saat kebenaran akan konsep dan rekonstruksi ketuhanan dapat tervalidasi di yaumul akhir. Namun Tuhan dapat berdamai dengan pengetahuan yang bersifat apriori. Karena pengetahuan ini menganggap dan menempatkan Tuhan sesuai dengan tempat yang seharusnya untuk diselidiki, yakni dengan metode metafisik. Seluas apa pun wujud Tuhan, tetaplah makhluk dikaruniai daya intelek untuk mengetahuinya dan mengikatnya dengan kaidah kaidah berfikir dan hukum hukum yang makhluk miliki, sebagai dampak dari tajalinya. Meskipun pengetahuan yang makhluk miliki sangat sedikit tentang Tuhan. Bahkan saking sedikitnya dapat dikatakan bahwa makhluk tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang Tuhan. Pertanyaan seputar "mengapa Tuhan memilih menjadi gaib dan tak terlihat?", "mengapa Tuhan terkadang bersifat tak adil dalam realitas?", dan "mengapa harus ada ketimpangan sosial di lingkungan masyarakat?", itu semua merupakan pertanyaan pertanyaan yang tak memiliki bobot metafisis yang tak perlu dijawab atau pun digubris dan dipusingkan, karena setiap pertanyaan akan selalu ada dalam kenyataan dan tak pernah dapat dibendung oleh nalar siapa pun, dan pertanyaan pun tak pernah ada habisnya. Dan itu adalah wajar. Setidaknya begitulah yang dikatakan Imanuel Kant dalam karyanya yang berjudul "Critique of pure reason" Seperti yang Aristoteles katakan, bahwa "Tuhan tidak mungkin memikirkan hal hal yang remeh. Ia hanya memikirkan hal hal yang penting, sementara yang terpenting dalam realitas adalah diri-Nya sendiri. Itu berarti Tuhan Adalah akal yang memikirkan diri-Nya sendiri." Sikap seperti inilah yang seharusnya ditiru oleh para pengkaji burhani. Meskipun Tuhan Aristoteles tersebut menyimpang dari ajaran Islam.

Minggu, 15 Oktober 2023

Abiogenesis

Tulisan ini adalah sedikit pengantar untuk menemanimu tidur. Mulanya hanya ada benda benda mati yang dimiliki oleh bumi seperti tanah, air, api (panas matahari), dan udara (oksigen). Dengan keempat benda mati tersebut atau yang lebih akrab kita sebut dengan keempat elemen dasar, terciptalah makhluk makhluk hidup. Dimulai dari makhluk makhluk yang sederhana seperti, bakteri, mikroba, dan makhluk makhluk mikroskopik yang tercipta secara spontan dari keempat elemen dasar tersebut. Lalu dari makhluk makhluk mikroskopik tersebut berevolusilah mereka menjadi makhluk makhluk dengan wujud yang lebih kompleks dan dengan ukuran yang semakin membesar. Evolusi adalah kata kunci untuk tulisan ini, di mana eksistensinya takkan terbantahkan baik dengan kreasionism maupun dari dalil dalil mentah yang dilontarkan oleh tokoh tokoh agamis, yang mengklaim bahwa biogenesislah yang seharusnya memiliki tempat di hati semua orang, dengan mengatakan bahwa kehidupan berawal dari sesuatu yang hidup, yakni Adam dan Hawa. Ya, tak dapat dipungkiri, Adam dan Hawa memang benar benar ada, dikarenakan yang mengatakannya adalah sesuatu yang tak pernah melakukan sebuah kesalahan, yakni Allah. Akan tetapi, fakta lapangan mengatakan hal yang lain dari apa yang dikatakan oleh sang logos tersebut. Jika kita cermati, tampaknya ada sedikit teka teki yang disodorkan dari sang intelek pertama kepada makhluk yang telah dapat berfikir dan memiliki akal. Dalam ayat Al Qur'an QS Al Anbiya:30, dan QS An Nur:45, dikatakan bahwa makhluk hidup tercipta dari air. Ada pun QS As Sajdah:7, dan QS Al Hijr:26 dimana dalam kedua ayat tersebut dikatakan bahwa manusia tercipta dari tanah atau lumpur. Di sini, Allah berusaha memberi sedikit petunjuk kepada manusia tetang dari mana mereka berasal. Dan keempat ayat tersebut pun dapat audiens ketahui sejalan dengan konsep abiogenesis yang mengatakan bahwa kehidupan berasal dari materi materi mati, di mana Allah memberi petunjuk tentang dari mana makhluk berasal sebanyak 50%, yakni dari tanah dan air yang menciptakan lumpur yang membawa kehidupan. Dan 50%nya lagi dilengkapi oleh akal manusia dengen menambahkan dua elemen selanjutnya, yakni elemen api (panas matahari), dan udara (oksigen) sehingga terselenggaralah kehidupan primordial yang terus berevolusi. Dan petunjuk ini diberikan berabad abad lalu sebelum ditemukan dan digunakannyanya instrumen instrumen modern seperti mikroskop dan metode observasi. Ini mengagumkan! Dan, untuk membuktikan teori evolusi, audiens dapat mengamati perkembangan sebuah virus, dimana ia akan berubah wujud dan semakin ganas jika kita tidak sigap dalam menanggulanginya. Ada pun rumput liar dan semak semak. Semua orang tahu bahwa tak ada seorang pun atau siapa pun atau apa pun yang sengaja atau membawa benihnya ke tanah lapang, namun mengapa ia bisa hidup? Dan contoh yang terakhir datang dari sebuah selokan. Seperti sebelumnya, tak ada yang sengaja membuang atau menaruh telur telur ikan cere, ikan sepat, cupang sawah, atau pun yuyu. Tapi kita semua tahu bahwa mereka ada di dalam selokan. Dari mana mereka semua berasal kalau bukan dari bakteri biotik yang bergerak berevolusi. Namun, Al Qur'an tidak sendirian dalam mengatakan tentang konsep abiogenesis. Jauh sebelum ayat pertama Al Qur'an diturunkan, konsep evolusi telah digagas oleh herakleitus yang berusaha mengatakan bahwa hakikat realitas adalah "menjadi" (gerak). Pandangannya mensiratkan akan gerak maju sebuah realitas, terutama makhluk, dari yang sederhana menjadi makhluk makhluk yang lebih kompleks. Ia tidak mengatakan secara langsung tentang evolusi, namun idenya mensiratkan dan menginspirasikan akan hal tersebut. Selain itu ada pula Demokritus, yang berargumen, "bahwa setiap materi tersusun dari atom atom yang tidak dapat dibagi lagi. Atom, layaknya permainan lego dimana sekumpulan balok dapat membentuk wujud wujud lain yang lebih kompleks. Satu balok sangat berarti bagi balok lainnya. Begitulah seterusnya". Jadi, setiap materi baik yang hidup atau pun yang mati tersusun dari atom atom yang tidak dapat dibagi lagi. Sebenarnya, yang dimaksud oleh Demokritus bukanlah atom, sebab atom pun masih dapat dibagi lagi. Yang sebenarnya ia maksud adalah proton, elektron, dan neutron, sebab mereka bertiga adalah partilel terkecil yang tak dapat dibagi lagi. Pandangan Demokritus ini memperlihatkan ketajaman nalar yang luar biasa, melihat belum ditemukannya alat alat untuk mengamati makhluk makhluk mikroskopik namun hanya dengan bantuan intelek ia mampu memastikan bahwa materi hidup maupun mati tersusun dari partikel partikel yang tak dapat dibagi lagi. Dari sini dapat dipahami, bahwa wujud kompleks dari sebuah makhluk tersusun dan terkumpul dari partikel pertikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, dan terus bergerak maju dalam evolusinya hingga mendapatkan wujud dan bentuk yang lebih unggul dari bentuk bentuk sebelumnya, maka lahirlah zaman jurasik, zaman kapak, zaman logam, hingga zaman modern seperti sekarang ini.

Creatio Ex Nihilo

Pada hakikatnya, alam semesta yang berisikan materi tidaklah bersifat qadim. Karena hakikat materi yang menjadi isi dari alam semesta adalah dapat tercipta dan dapat pula menjadi tiada, atau mendeterminasinya menjadi wujud lain. Seperti yang kita ketahui, bahwa segala yang ada pasti ada yang menyebabkannya ada. Sebagai contoh, kita dapat mengamati sebuah pohon yang memiliki kepadatan materi yang beragam. Mulanya ia berawal dari materi mati keempat elemen yang terus berevolusi hingga mendapatkan bentuk yang penuh menjadi sebuah pohon. Teori ini disebut dengan nama abiogenesis, teori yang mengatakan bahwa kehidupan dapat tercipta secara spontan dari keempat elemen dasar atau keempat benda benda mati. Baik, kita sudah mendapatkan titik awal dari sebuah materi yang kita amati, yakni sebuah pohon. Lalu, jika pohon dibakar sepenuhnya maka ia akan berubah menjadi hangus lalu menjadi abu, dari ada menjadi tiada, atau dari ada komplels menjadi ada primordial kembali, atau dapat disamakan dengan ketiadaan. Inilah yang menjadikan alam semesta tidak selalu ada, dapat hancur, hilang, atau lenyap sewaktu waktu. Sesuatu yang tidak selalu ada mustahil disebut Tuhan. Makhluk hidup jelas dapat berawal dan hidup spontan dari benda benda mati, lalu siapakah yang mengawali dan menciptakan benda benda mati tersebut? Ada dengan sendirinya sama saja dengan mengatakan bahwa materi dan alam semesta bersifat qadim, dan kita sudah mengetahui bahwa itu adalah mustahil. Jika kita mengatakan bahwa alam semsesta dan materi yang mengisinya ada secara kebetulan, maka konsep ini benar benar keluar dari rasio yang ada, yang menyebabkannya tidak masuk akal. Coba anda gambarkan dalam media dan alat alat anda tentang kekosongan sebuah ruang. Perhatikanlah, pada awalnya hanya ada ruang kosong tanpa ada atau diisi oleh apapun. Lalu bagaimana kebetulan sekonyong konyong menghadirkan meteri dalam ruang kosong tersebut yang melahirkan dan berevolusi menjadi materi materi lain yang mengisi ruang tersebut? Tak masuk akal bukan? Lalu, siapa yang menciptakan alam semesta beserta segala macam materi yang mengisinya? Karena alam semesta yang berisikan materi materi dapat tercipta dan dapat pula menjadi tiada, dapat disebabkan dan menyebabkan, ini mengindikasikan adanya sesuatu yang meng-ada-kan materi dan mengawali ke-ada-an yang lain. Dan itulah yang kita definisikan sebagai Tuhan, sang arsitek agung.

Legenda Holy Grail

Pada ayat ke 3 dalam surah Al – Ikhlas yang dapat kita artikan secara gamblang, mengatakan bahwa: Tuhan tidaklah beranak dan diperanakkan. Mungkin bagi para pengkaji Al – Qur’an, hafidz, atau pun mereka yang mendalami ilmu tafsir Al – Qur’an tidak menyadari bahwa ayat tersebut memiliki makna tersembunyi berupa relasi maut dengan legenda Eropa tentang kaum Merovingian. Ini dikarenakan wawasan yang mereka miliki hanya dari sisi islam dan kitab kitab fundamental saja tanpa ada kajian apapun tentang kitab kitab yang lebih sekuler pembahasannya, atau terbatasnya saluran informasi yang mereka miliki pula. Ayat tersebut seakan akan barusaha menyinggung, menyindir, dan mengatakan fakta yang sebenarnya seputar adanya sebuah agama yang menuhankan seorang nabi yang dianggap suci dari hadast dengan cara hidup selibat, yang ternyata tidak seperti yang dibayangkan oleh para penganut agama yang mereka kembangkan, yakni mereka yang menjalankan kehidupan selibat dengan meneladani Yesus yang fitrah dari pernikahan yang ternyata malah dikabarkan telah memperistri seorang yang dianggap pelacur bernama Maria Magdalena, dan telah memiliki keturunan yang dikenal dengan nama Merovingian, atau keturunan Davidic , sebelum kematiannya di tiang salib. Yang menarik, informasi yang disampaikan oleh pembawa berita gembira ini (Muhammad SAW) tidak menguasai ilmu baca dan tulis. Jika ayat ke tiga dari surah Al – Ikhlas ini terbukti benar, maka sebuah agama sekelas Nasrani akan tertampar keras oleh fakta yang tidak dapat mereka sembunyikan tersebut. Lebih mengejutkan lagi,dalam buku Da Vinci Code Decoded dan buku Holy Blood, Holy Grail, disebutkan pula bahwa Yesus belumlah mati di tiang salib dan masih hidup untuk beberapa tahun ke depannya. Legenda ini mengatakan bahwa Yesus yang sempat sekarat lalu dipulihkan, bermigrasi beserta istrinya ke sebuah kota di selatan Perancis yang bernama Marseille dan meninggal dengan tenang beserta keluarga dan para pengawalnya, yakni Pure De Sion dan Templar. Maria Magdalena yang oleh para biarawan Sion dan kesatria Templar diklaim sebagai Holy Grail, atau cawan yang menampung darah (mani) Yesus. Jika kita membicarakan Holy Grail maka ini akan merujuk kepada dua objek. Yang pertama merupakan objek benda yang merupakan sebuah cawan yang digunakan oleh Yesus pada perjamuan terakhir. Dan yang selanjutnya Holy Grail yang merujuk secara kiasan kepada seorang wadah yang menampung benih dari Yesus yang dianggap wafat dalam keadaan membujang, yang selanjutnya ditafsirkan dan dicontoh oleh gereja Katolik sebagai tritunggal suci yang sengaja mati di tiang salib untuk menebus dosa yang diwarisi oleh Adam karena memakan buah pengetahuan yang menyebabkan ia dapat mati karena memakannya di dalam surga, dengan menjalani kehidupan selibat dan berfokus untuk mewakili Tuhan di dunia. Maria Magdalena, yang menjadi focus pada pembahasan kita kali ini, disimbolkan dengan sebuah cawan (Grail) dan mawar. Itu sebabnya kita tak asing dengan istilah “Rose Mary” atau “Mawar Maria” yang merujuk kepada Maria Magdalena. Kisah cinta antara Yesus dengan Maria Magdalena dan janin dalam kandungannya berusaha ditutupi oleh gereja dengan membungkam orang orang yang dianggap mengancam stabilitas gereja dengan cara apapun, sehingga orang orang yang memiliki fakta tentang akta akta kelahiran dan kependudukan sipil pada abad pertama, di mana Yesus masih dalam genggaman kehidupan, mendapatkan kekuasaan dari gereja. Atas sebab ini pula, banyak raja raja Eropa mendapatkan kekuasaan politik karena memiliki keterkaitan dengan garis keturunan Yesus. Sebut saja Childerick, Clovis dan Dagobert di mana ketiganya dianggap memiliki silsilah dari darah Davidic dan Merovingian dalam dirinya, yang kepemimpinannya diamini oleh Vatican. Bukan hanya orang orang Merovingian, bahkan Sauniere, seorang pendeta katolik biasa yang bertugas di Rennes Le Cheteau, yang hidup dalam kemiskinan, mendadak kaya raya karena menemukan empat perkamen rahasia dalam gerejanya yang ketika itu akan direnofasi. Dua perkamen tersebut berisi silsilah dan dua lagi berisi petunjuk yang menuju ke arah sebuah makam kosong di luar Rennes Le Cheteau, lalu teka teki pada perkamen Sauniere pun berhenti sampai di situ.

Rabu, 23 Juni 2021

Metafisika Keadilan

Hadirnya kesadaran akan ada-Nya ada-pencipta menimbulkan kuiditas yang merupakan pintu pintu hikmah yang dapat kita nikmati melalui tulisan ini, yang diantaranya: Memberikan sifat sifat wajib dan sifat mustahil akan-Nya. Jika ada-ciptaan telah menemukan dan membuktikan ada-Nya ada-pencipta, maka tahap selanjutnya adalah menetapkan sifat sifat wajib dan mustahil akan eksistensi-Nya yang merupakan konsekuensi real akan keber-ada-an-Nya dan keber-ada-an apa pun dan siapa pun yang tampak pada fenomena realitas. Seorang ayah tidak mungkin membunuh anaknya yang masih kecil terutama tanpa sebab musabab yang jelas, dan ada-pencipta pun tidak mungkin menghukum siapa pun tanpa sebab musabab yang jelas pula. Kehadiran ada-pencipta mengisyaratkan ada-Nya beberapa sifat, karena realitas menuntut ada-Nya definisi. Seperti sifat wajib pada fenomena air, karena ia ada dan menjadi bagian dalam realitas maka ada-ciptaan dapat memberikan aksiden kepadanya, seperti; jika di sentuh maka instrumen kita akan menjadi basah, jika di wadahi dan wadahnya diangkat maka ia memiliki berat, jika air tersebut menempati ruang yang terbuka maka ia dapat membuatnya menjadi penuh jika volumenya cukup. Jika berada pada suhu yang dingin air tersebut dapat menjadi keras karena membeku. Jika mendapat panas berlebih maka ia akan mengering dan menghilang. Sementara sifat mustahilnya adalah; tidak memiliki instrumen yang cukup untuk melakukan tugas kemakhlukkan, air tentu tidak dapat mengelak jika ia direbus atau dipanaskan hingga mengering, karena ia merupakan hyle mati. Singkatnya, jika ada-pencipta telah terbukti sebagaimana ada-Nya, maka balasan akan setiap perbuatan pula pasti nyata dan benar ada-Nya, karena ada-pencipta merupakan bagian dari realitas maka Ia pun memiliki sifat, dan beberapa sifat-Nya antara lain; cinta dan kasih sayang yang maha luas (Arrahman, Arrahim) namun tetap adil dan tegas karena kuasa-Nya yang melahirkan sifat kehendak, bukan diam pasif maupun diam aktif. Karena sejak kapan diam-Nya ada-pencipta menjadi sebuah keunggulan? Kita tidak bisa menerima seorang pencuri berkeliaran bebas sementara kita hanya diam saja. Karena kasih sayang-Nya, Dia hadir bersama ada-ciptaan yang shaleh. Dia adalah perbendaharaan yang tersembunyi, jika ada-ciptaan ingin mengetahui-Nya maka ia harus memberdayakan instrumennya dan meneguk segala macam manis-Nya pengetahuan akan-Nya. Atau mungkin ada-pencipta memiliki kehendak lain dengan memperkenalkan diri-Nya tanpa melalui instrumen yang terlatih. maujud juga menerima bahwa ada-pencipta memiliki sifat tanpa batas (Ein Sof) . Karena sifat tersebut merupakan keunggulan yang wajib dimiliki oleh ada-pencipta yang adi-kodrati. Karena keber-ada-an-Nya yang merupakan tanpa batas, maka Ia meliputi segala-Nya, baik alam dunia maupun alam malakut, di surga maupun di neraka, di sini atau di situ, namun Ia bukanlah ini dan itu. karena kemanapun kau berpaling di sanalah terdapat wajah-Nya.

Selasa, 14 Januari 2020

Tiga Pintu Hikmah Dan Tanggapan Terhadap Atheisme


Baik, langsung saja. Dari pengamatan terhadap alam kita dapat membuka beberapa pintu hikmah yang tersembunyi yang dapat dibuka dengan akal, baik nalar maupun akal budi, indra dan hati. Dikatakan tersembunyi karena seringnya pintu-pintu hikmah tersebut luput dari kesadaran maujud atau kerumitan maujud itu sendiri untuk mengabstraksi setiap fenomena. Pintu hikmah yang pertama; bahwasanya pada setiap fenomena realitas terdapat gradasi, baik dalam ekosistem atau pun kehidupan dan aktifitas sehari-hari maujud itu sendiri, yang bertumpuk-tumpuk yang bahkan dapat ditemui pada serial televisi. Contoh: setelah angka satu maka angka yang lebih unggul selanjutnya adalah angka dua. Jika Sadra memiliki uang sebanyak satu juta, bukankah dua juta akan lebih baik? (dalam hal ini bukan berarti; jika satu wujud itu baik, bukankah dua wujud akan lebih baik? Karena ini tidak masuk akal. Wujud adalah pemenang tunggal yang tiada tanding). Contoh selanjutnya datang dari bayi, bayi itu tidaksama dengan anak SMA karena faktor fisik, pengetahuan, pengalaman, kedewasaan, dan juga kehidupan sang bayi pun baru saja dimulai. Demikian pula orang dewasa yang berbeda dengan anak SMA karena faktor serupa dan juga ruang lingkupnya dipenuhi oleh tanggung jawab. Orang parlemen berbeda dengan pengamen karena pengetahuan yang dimilikinya. Singa berbeda dengan zebra karena naluri yang dimilikinya. Dan manusia berbeda dengan monyet karena instrument yang digunakannya. Manusia didominasi dengan akal, indra dan hati yang siap membimbingnya ke arah yang progresif, sedangkan monyet didominasi oleh naluri. Maujud tidak dapat menciptakan hyle dan hanya bisa pasrah ketika ia telah sakaratul maut. Ia hanya dapat menangkap, mengolah apa yang telah tampak dan mempelajarinya. Itu artinya maujud telah menunjukkan setidaknya dua ketidaksanggupannya dalam hal kehendak. Maujud tidak sanggup menciptakan langit beserta gemerlap bintang dan planet-planetnya, sedangkan lagit ada bukan karena ada dengan sendirinya atau pun qadim, sebab langit pun terdiri dari susunan debu dan partikel yang memiliki gaya tarik semacam grafitasi yang berkumpul dan menggumpal hingga mendapatkan bentuk seperti yang kita lihat sekarang ini. Pertanyaan penting dalam paragraph ini ialah; siapa yang menyelenggarakan langit beserta isinya tersebut?Kebetulan atau ada dengan sendirinya adalah jawaban yang remeh melihat hasil terjadinya yang begitu menakjubkan. Adanya alam semesta pastilah adanya unsur kesengajaan. Sedangkan dalil gradasi mengisyaratkan adanya sesuatu yang melampaui maujud yang dapat menciptakan apa yang tidak dapat diciptakan oleh maujud dimana makhluk yang paling cerdas ibarat seekor monyet yang dibandingkan dengan manusia, dimana kecacatannya tampak begitu jelas jika membandingkan makhluk terbaik dengan suatu gradasi puncak di atas maujud.
                Gradasi puncak inilah yang diyakini telah meng-ada-kan alam dan menyelenggarakan kehidupan. Semesta pastilah memiliki batas. Karena jika alam semesta memiliki sifat tanpa batas maka yang tanpa batas menjadi jamak, wujud dan alam. Ini merupakan suatu kemustahilan mengingat wujud tidak memerlukan tandingan, karena ia adalah adikodrati dengan gradasi paling awal. Karena alam semesta memiliki batas itu artinya alam semesta adalah fana dan tidak selalu ada.
                Dengan ketidakunggulan maujud, pembaca dapat menangkap isyarat keberadaan sesuatu pada gradasi puncak yang mandiri dan mampu, yang tidak merasakan sakit dan hanya memiliki keunggulan dan tidak memiliki keterbatasan yang menyebabkan ia selalu ada. Inilah hasil analogi dari gradasi alam kepada kehidupan yang berakhir dengan wujud niscaya yang adikodrati. Dan itu pula yang dinamakan dengan kesadaran berketuhanan. Sadar akan adanya gradasi pada setiap langit yang berakhir pada ‘prima causa’, Penyebab dari semua penyebab. Alam tidak mungkin ada karena kebetulan, sebab tinta yang tanpa sengaja tertumpah takkan pernah menjadi puisi.
                Dan juga tidaklah mungkin sekiranya alam menciptakan dirinya sendiri, sebab kehendak hanya dimiliki oleh sesuatu yang berakal. Sedangkan alam tidaklah berakal sehingga tidak memiliki kehendak. Wujud diidentikkan dengan akal karena segala hal yang disifati dengan akal adalah kemuliaan. Bayangkan dengan flora dan fauna yang tidak memiliki akal dan hanya menuruti nalurinya sendiri, tentu keduanya tidak akan sanggup membangun sebuah peradaban, melainkan alam liar dimana hukum rimbalah yang berkuasa. Jika alam semesta menciptakan dirinya sendiri, itu artinya alam semesta yang didominasi oleh hyle mati memiliki kehendak. Lalu kenapa tidak, setelah menciptakan dirinya sendiri, planet pluto sebagai planet yang tersedia di jagad raya dan bagian dari alam mengerjakan tugas kelompok bersama planet yang ia cintai? Atau mengapa batu tidak dapat berjalan ke masjid dan menunaikan kewajibannya? Kenapa patty tidak dapat menggoreng dirinya sendiri? Bukankah alam memiliki kehendak? Jikalau alam menciptakan dirinya sendiri yang begitu hebat dan mengerikan, lantas apa gerangan yang menyebabkan atheis tidak menyembah alam? Bukankah alam itu adikodrati dengan gradasi di atas maujud, yang dapat menciptakan apa yang tidak dapat diciptakan oleh maujud? Jika alam mampu menciptakan dirinya sendiri dan tidak membutuhkan ritual penyembahan , bukankah dapat dikatakan bahwa ciptaan tidak tahu diri dan tidak tahu balas budi? Bayangkan, sesosok maujud telah di-ada-kan, ia dapat merasakan kelezatan makanan, merasakan nikmatnya rasa kenyang setelah sebelumnya merasakan kelaparan, merasakan segarnya segelas air putih di tengah keletihan, merasakan indahnya mencintai walau nasib kisahnya tidak seberuntung yang lain. Meski ada terkadang terasa mengecewakan, menyebalkan, dan berat, akan tetapi dengan ke-ada-an ini maujud dapat menjadi lebih bijak dan dewasa dalam menyikapi suatu fenomena. Di manakah putih jika tanpa hitam? Di manakah letak kedamaian jika tanpa kerusuhan? Seseorang menjadi buruk karena seseorang ada yang menjadi baik. Seseorang menjadi pintar karena seseorang yang lain ada yang menjadi bodoh. Makhluk terlahir dengan aksiden dualisnya, atau bahkan lebih. Memang ada adalah kesempatan untuk mandapatkan nikmat yang hakiki di tempat lain nanti, yang tidak akan pernah siapa pun rasakan jika ia tidak ada. Itulah alasan mengapa banyak orang mengatakan bahwa hidup adalah anugrah. Karena ada adalah kenikmatan.
                Sedangkan yang ke dua adalah tentang waktu. Waktu adalah hasil pengematan makhluk terhadap alam. Sedangkan alam ada lebih dahulu ketimbang maujud yang membuat gagasan tentang waktu tersebut. Waktu adalah hasil fenomena alam yang berpangkal kepada gerak. Karena alam terus menerus bergerak hingga berevolusi yang berpuncak pada maujud yang berakal, maka ia diikat oleh maujuddengan waktu. Inilah kuiditas-Nya. Dan jika wujud mengandung unsur gerak, maka pergerakan-Nya dapat diukur oleh waktu, seperti: sejak kapan? Sampai di mana? Dan sedang apa? Jika pertanyaan ini dijawab maka dapat dikatakan bahwa wujud tidaklah mutlak melainkan tumbuh dan berkembang dalam dan bersama waktu. Jadi wujud adalah diam aktif yang tinggal di dalam dirinya sendiri. Jika ditelisik melalui sudut pandang metafisika, biogenesis merupakan kenyataan yang konkret, karena substansi kehidupan berasal dari sesuatu yang telah ada; yakni ada dalam ide wujud yang menjadikannya maujud-maujud yang potensial menjadi aktual. Namun jika aspek metafisika tidak dilibatkan dalam diskursus tersebut maka terma kisah penciptaan jatuh ke dalam creation ex nihilo penciptaan dari ketiadaan. Inilah sisi letak kekeliruan filsafat Herakleitus, karena dalilnya tidak dapat diterapkan dalam konsep ketuhanan. Ia hanya dapat diterapkan pada pasca penciptaan itu terjadi.
                Ketiga; 20 sifat wujud dan juga 99 asma-Nya merupakan atribut yang maujud kenakan kepada wujud akibat emanasi pancaran kasih sayang-Nya. Seperti; kita melihat batu di toko material atau di pinggir jalan dimana jumlah batu lebih dari satu, inilah kuantitasnya. Lalu setelah ditekan ternyata batu tersebut memiliki sifat keras, jika diangkat ternyata batu tersebut memiliki berat, jika diperhatikan batu tersebut memiliki warna, jika diketuk batu tersebut memiliki bunyi, dan jika dipertimbangkan batu tersebut memiliki fungsi yakni untuk membangun sebuah tanggul atau jalan beraspal misalnya. Inilah aksiden-aksiden yang melekat pada esensi ada-nya batu. Sama halnya dengan wujud. Kita telah mendapati konteks bahwa wujud merupakan adikodrati, dengan bermodalkan logika kepastian, kita dapat menyematkan sifat-sifat wajib (pasti) dan sifat mustahil bagi-Nya, karena segala aktifitas wujud adalah mulia. 20 sifat wujud dan 99 asma-Nya berusaha mengatakan secara tersirat bahwa sang wujud benar-benar serius dengan aksiden dan kuiditas adikodrati-Nya. Jadi wajar jika ada kontradiksi di dalamnya, karena ketidak unggulan maujud itu sendiri yang memberi aksiden kepada-Nya yang merupakan emanasi dari pada-Nya. Andai wujud tidak meng-ada-kan atau mengaktualkan maujud maka maujud pun tidak akan memberikan aksiden kepada-Nya, karena yang berakal hanya dia seorang. Di sini penulis berusaha mengajak para pembaca untuk memisahkan antara prinsip dengan manifestasi, substansi dan aksiden, dan air laut dengan garamnya agar dapat memisahkan antara yang kekal dan yang sementara.