Adalah jiwa manusia di mana nalarnya seperti Dewa dan tempat tinggalnya adalah tubuh manusia, orang yang tidak mengenal jiwanya tidak bisa mengambil manfaat dari nalar dan tubuhnya, tetapi orang yang memiliki ilmu jiwa akan memiliki hidup yang bahagia dan penuh rahmat.
Sabtu, 22 Juni 2024
Sejarah Perkembangan Filsafat Islam
Sebagai awal dari tulisan ini mungkin tulisan ini akan kuberi judul "gonjang ganjing dan geliat filsafat dalam tubuh Islam". Namun sepertinya Tuhan berkata lain, karena aku baru saja menemukan judul yang tepat untuk tulisanku kali ini. Dari tulisan di atas, audiens mungkin dapat menebak hal apa yang akan kutulis. Kehadiran filsafat dalam tubuh keyakinan umat muslim memiliki dua sumber kedatangannya. Yang pertama, pendapat yang mengatakan bahwa kehadiran filsafat Islam berawal dari diskusi dan ijmak para fukaha awal (pada era kehidupan nabi SAW) dalam menentukan suatu hukum haram dan halalnya sesuatu. Jadi dalam pendapat ini filsafat bukanlah hal bid'ah yang hadir dalam Islam, melainkan suatu praktik yang lahir berbarengan dengan kebutuhan umat akan suatu hukum halal atau haramnya sesuatu, yakni ilmu fikih. Sebab dalam kenyataannya para fukaha pun menerapkan metode metode berfilsafat untuk menentukan hukum, seperti Qiyas, berdiskusi, atau pun berdemonstratif. Bahkan nabi SAW pun terkadang berfilsafat untuk menetapkan suatu hukum. Pendapat ini sangat kontras terkesan kabur dan lari dari tuduhan bid'ah yang mengancam eksistensi filsafat, akan tetapi sangat masuk akal untuk dicerna dan dipahami. Pendapat selanjutnya ialah pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Islam berawal dari penerjemahan besar besaran yang diperintahkan langsung oleh khalifah Abbasiah kala itu, Al Makmun, terhadap karya tulis filsafat Yunani dan Persia. Di sinilah umat muslim mulai tersentuh dan terhelenisasi secara terlambat jika helenisasi dirujuk dari zaman Alexander Agung. Dan pendapat inilah yang mengatakan secara langsung bahwa filsafat merupakan bidang keilmuan yang bid'ah, meskipun ada penjelasan tersendiri seputar bid'ah tersebut.
Dalam perjalanannya, filsafat islam mendapatkan tantangan berupa hujjah dari seorang yang memenangkan sayembara untuk menekan dan mengendalikan pertumbuhan filsafat, karena pada saat itu pemikiran filsafat bergerak liar, bahkan menyerang doktrin doktrin pokok umat muslim seperti Al Qur'an dan hadits. Tersebutlah Abu Hamid Al Ghazali yang berdiri kokoh menyongsong para filsuf muslim yang menyimpang dari akidah. Ia mendapatkan kemasyuran karena dianggap berhasil menekan pertumbuhan filsafat kala itu dengan kitab hujjahnya yang berjudul "Tahafut Al Falasifah". Meskipun yang ia hujjah hanya pada ranah metafisikanya, bukan pada ranah filsafat secara keseluruhan. Oleh sebab itulah Ibn Rusyd tampil ke permukaan untuk membela filsafat dalam karyanya "Tahafut At Tahafut". Namun, pasca serangan ofensif yang gencar dilakukan oleh imam Ghazali, filsafat Islam lantas tidak surut begitu saja, meskipun banyak yang menganggap bahwa pasca hujjah yang dilakukan Ghazali filsafat Islam mengalami kemunduran. Hal itu tidaklah benar demikian. Kita masih bisa mengenal filsuf filsuf besar umat muslim yang muncul pasca hujjahnya imam Ghazali, seperti Suhrawardi, Mulla Sadra, Seyyed Hossein Nasr, dan Hasan Hanafi sebagai filsuf Islam kontemporer. Akan tetapi filsafat Islam mulai berubah dan mengambil bentuk yang tidak seperti sebelumnya lagi, dimana nalar menjadi pijakan utamanya, melainkan menggabungkan antara ajaran irfani dan burhani. Jadi, pasca hujjah yang dilakukan oleh Ghazali filsafat Islam sudah tidak murni bersifat rasional, melainkan dipadukan dengan pengetahuan intuitif nan mistik. Timbul pertanyaan dalam benak kami, jika filsafat dan sufisme berpadu hingga menjadi satu kesatuan yang utuh maka apakah gabungan kedua epistemologi ini akan melahirkan bidang kajian baru?
Langganan:
Postingan (Atom)